Image By Here
Kemarahan bisa seperti kanker di dalam pikiran, menjadi racun, melahap energi emosi seseorang. Dan saya membutuhkan detoksifikasi, semua racun emosi dikepala harus dikeluarkan. Kita bisa berteriak, terpuaskan dengan melemparkan amarah pada seseorang, dan yakinlah emosi negatif itu akan kembali pada diri kita.
Saya memilih menghadapi kemarahan dengan mengeluarkan semua amarah pada selembar kertas, pada halaman entri baru yang kosong, pada jurnal pribadi dan membiarkan semua amarah dan kemarahan tertumpah di sana. Saya lega tanpa perlu mencaci dan berteriak.
Setiap kita mempunyai pilihan bagaimana mendekorasi diri kita, tidak ada keharusan harus sama menyikapi kehidupan dengan orang lain. Belajar dari kesusahan orang lain akan membuat situasi kita tidak menjadi lebih buruk. Ini bukan motivasi yang bijak, namun kesulitan orang lain akan terlihat memiliki hal yang lebih buruk dibanding kesulitan-kesulitan kita.
Disanalah rasa syukur seharusnya ditemukan,...
hihihi dapet angin segar disini :D
ReplyDeletelebih baik dikeluarkan daripada dipendam ya
ReplyDeleteKemarahan itu memang seperti racun, obatnya; ramahlah dengan hati kita masing.masing, hmm.
ReplyDeletesalam langit,..
Memang mbak..., jika kita melihat kesusahan orang lain maka kita tak akan menjadi orang yang paling susah sendiri. Setidaknya seperti itulah cara sederhana untuk tetap bisa menguraikan rasa syukur ya?
ReplyDeleteBTW aku suka rumah barunya... cantik sekali mbak. :)
memang yang dipendam-pendam itu lebih berbahaya dan tidak menyehatkan. Semangat Pagi! :D
ReplyDeletemendingan marah2 dikeluarkan ya, dipendam lebih bahaya..
ReplyDeleteini ekspresi yang teoritis, itu adalah cara yang amat baik :)
ReplyDeleteInilah yang saya salut dari blogger. Meski marah, justru jadi inspirasi menulis. Lama gak berkunjung di sini nich? APa kabar emak?
ReplyDelete