Saya berada di tengah-tengah pembicaraan dua sahabat saya, sebut saja si A dan si B. Kami berbincang layaknya wanita-wanita dewasa yang memiliki hubungan baik satu sama lain.
Semua hal bisa kami bahas, termasuk kehidupan pribadi kami. Tentu dengan tujuan berbagi dan saling mensuport hal-hal yang membawa kebaikan.
Sahabat saya si A berkeluh pada kami tentang komunikasinya yang tidak terlalu baik dengan suaminya, berkomunikasi agak panjang saja bisa membuat mereka akhirnya perang dingin atau berantem. Si A merasa iri dengan sahabat kami si B, yang memiliki hubungan komunikasi sangat baik dengan suaminya. Si A merasa, suaminya terlalu egois, tidak menerima kritik, masukan, suaranya dianggap melawan dan membangkang. Suaminya A nyaris tidak bisa dibantah, selalu merasa benar. Setiap hal slalu si A yang jadi terdakwa. Sahabat kami ini merasa bahwa dia kehilangan jati dirinya, tidak pernah bisa menjadi dirinya sendiri. Selalu merasa disalahkan, merasa tidak berharga di rumah. Padahal kami mengenalnya sebagai pribadi yang periang. Teman curhat yang baik, meski agak introvert dan kadang tertutup.
Disisi yang lain, sahabat saya si B memiliki masalah tersendiri juga tapi karena komunikasi yang baik itulah masalah serumit apapun, meski awalnya konflik selalu bisa diselesaikan dengan baik. Sahabat saya si B mengatakan bawa suaminya sangat memahami dia. Mereka memiliki komunikasi dua arah yang sehat. Dia bisa bicara apa saja, suaminya adalah orang pertama yang slalu membuatnya nyaman. Sedang sahabatku si A, meski mereka tinggal satu rumah dia selalu merasa sendirian. Aku juga yakin kalau suami dari sahabatku si A mencintai istrinya itu, tapi ternyata kadang cinta juga berbanding lurus dengan keegoisan dan ingin menguasai.
Akhirnya saya hanya menyimak, sahabat saya si B tampaknya juga tidak cukup menenangkan kegelisahan sahabat kami si A.
Saya sempat berfikir dan merenung-renung, ternyata tidak ada kehidupan yang sempurna. Tidak ada pasangan yang ideal, tidak ada hubungan yang terbebas dari konflik. Bahkan dari sebuah potret indah sebuah pernikahan sahabat kami si A, yang tampaknya indah diluar ternyata menyimpan banyak konflik mendasar. Salah satunya komunikasi.
Pada pasangan yang lain boleh jadi berdebat, atau perang mulut sekalian bisa menjadi cara untuk mencari solusi. Tapi di pihak lain, beradu argumen bisa jadi menjadi petaka. Meskipun saling mengeluarkan unek-unek. Karena ternyata ada juga orang-orang yang memang terbiasa didengar dan tidak menerima di bantah atau di koreksi.
Kadangkala bicara menjadi cara terbaik,tapi disisi lain...tetap diam juga menjadi pilihan salah satu sahabatku menyikapi konflik internalnya. Mana yang paling baik ? entahlah...
Jika hubungan pernikahan seperti matematika yaitu hukum pasti, mungkin pengadilan agama akan sepi sidang perceraian ya.
Lalu bagaimana menurut teman-teman.... ? mengeluarkan unek-unek meski akhirnya kita berantem, atau tetap diam, menahan diri, terlepas kita menerima atau tidak pada keputusan atau apapun pasangan tapi hubungan tetap baik. Keep Silent or Lets Talk ?
mari ngeteh, mari bicara
ReplyDelete#kok malah ngiklan
yuk,...:D
Deletemakasiiih ya ^^
menurutku sih kalau ada yg nge ganjel mending diomongin. kalau memang ga berani diomonginnya bsa lewat media lain seperti surat. kadang dgn menulis, selain bisa lgs mencurahkan unek2, juga bikin lega saat itu. kalo ngomong langsung kadang bgitu liat orgnya suka tiba2 lupa apa yg mau diomongin.. :p
ReplyDeletexixixiii, siap...email akan segera dikirim nih :))
DeleteThe answer from me, is "Lets Talk"
ReplyDeleteYes, thank you...darl ;)
Deletelet's always talk....
ReplyDeletedari sisi saya dalam berantem itu kita belajar, sama-sama mempelajari satu sama lain
saya cuma merasa kalau kita kan nggk menikah sama diri sendiri
jadi pasti ada banyak perbedaan
hemmm, tp ada yg menghindari pertengkaran meski hrs diam atau menyuruh diam loh :)
Deletekhwtrnya jd bom atom ya *_*
Kalau sedang emosi memuncak, keep silent. Setelah amarah reda dan bisa membicarakan dengan kepala dingin, let's talk :)
ReplyDeleteYes, benar mba...ini jwbn benar dan bijak *hug
Deleteboleh di keluarkan tapi jangan mendundang emosi
ReplyDeletesetuju :)
Deletelets talk bisa juga ya
ReplyDeleteOke,...i do it
Deleteaku kmren juga mengalaminya mbak...sama temen kerja, mungkin saat kita emosi kita pilih diam, saat hati sudah adem baru diomongin baik-baik...:)
ReplyDeletekonflik akan selalu ada di mana pun ya, tp tinggal bagaimana kita mencoba mengatasinya aja :)
Deletemakasihh cantik ^^
lebih baik diam saat amarah/emosi, saat sudah reda baru dikeluarkan unek2nya..
ReplyDeletehemmmm, setuju.... trima kasihh yaa :)
Deletetergantung situasi mungkin ya, kalau perlu ngomong kalau gak diam :)
ReplyDeleteiya, seringnya aku malah diam mak :D
Deletememang lebih baik semua dikeluarkan, namun di waktu yang tepat.
ReplyDeletebiar ga ada lagi yang mengganjal.
gitu sih pendapat saya ^^
itu jg yg saya inginkan mas :)
Deletemari bicara, sambil ngeteh.. eh?
ReplyDeletemasalah harus diselesaikan, dengan gitu kan saling enak jalani tugas masing-masing, jalani jalinan cinta #ea..
mantap dah
ReplyDelete