Ketika aku bicara pada hujan di 11 Februari...

“Hidup telah menunjukkan dengan caranya sendiri bahwa aku senantiasa dipandu. Tak perlu tahu ke mana ini semua berakhir. ...” ~ Dee ~

 # Cukup aku meyakini bahwa ada yang Maha Tinggi yang mengawasi, memandu, dan membimbing langkah-langkahku. Batas dimana aku berakhir, aku tidak ingin tahu.
Cukup menjalani pasang surutnya, menikmati setiap gelombang dan angin gurun atau angin di musim semi. Menikmati indahnya matahari terbit, atau sendunya langit senja...

" Mengalah untuk kebaikan lebih banyak orang adalah seperti menimbun bahagia di kelak kemudian hari nak. Menekan ego dan kebahagiaan sendiri demi orang yang kau kasihi adalah caramu berjalan dengan penuh syukur. Tapi menerima dan memaafkan semua hal yang kau terima dari hidup adalah cara terbaik menjalani kehidupan ini "

Lelaki bijak beruban yang kupanggil papa,... mengelus punggung tanganku " Jika semua kakek dan nenek dari papa dan mamamu hidup dengan Kanker lalu kalah. Maka kau wajib memenangkannya..."

Angin bulan Februari begitu dingin pah,... tapi aku tidak kedinginan, banyak cinta di sekelilingku.
Banyak keajaiban yang aku dapatkan, jika dokter begitu takjub melihat kekuatan fisik dan semangat hidupku yang tak pernah menyerah. Maka aku jatuh cinta pada CaraNya mendekorasi setiap bagian berupa puzzle demi puzzle hidupku dengan begitu indah. Betapa aku jatuh cinta pada kemurahanNya memberiku banyak kemudahan dan kebahagiaan.

Ketika DIA memberiku kanker kolon stadium 3 kini pada tahap remisi dan yakin tertidur selamanya lalu kini kista pada ginjal, hemangioma di liver dan RA di sendi bahuku. DIA juga menganugerahiku banyak kebaikan dan kemudahan menjalaninya.

Adakah yang menyangka ketika memandangku, menatapku bahwa aku sakit ?
Tidak,.... Karena aku memang bukan pesakitan, aku hanya seorang penyintas...pejuang yang bertahan dan pasti menang. Dimana ujungku...batas akhirku ? aku tidak perlu tahu :)

Aku bahagia,... sangat bahagia, terima kasih Tuhan untuk segalanya.... ^_^