Pages

03/06/2013

Maafkan aku,...


Statusku di twitter di colek sahabatku ( euceu ayank), dia mungkin sebal dgn tweet ku yang menulis bahwa hari ini tidak mudah. *mengeluh saja, mungkin itu yang ada dipikirannya* 
Menjadi tidak mudah iya, menjadi tidak mudah setidaknya karena membuat dadaku agak sesak bernafas. Membuat sel air mataku menjadi aktif, membuat hatiku nelangsa. Bukan karena aku tidak bersyukur akan kebaikan yang aku nikmati sampai saat ini. Bukan karena itu.

Jika seorang sahabat lama yang sudah seperti kakakku tiba-tiba datang dan mengatakan bahwa dia terpukul atas kematian kakaknya yang meninggal karena kanker usus besar , lalu menyalahkanku atas kematian kakaknya. Iya,.. dadaku sesak karenanya. Bukan karena aku marah, tidak... aku memahami rasa kehilangan yang dia alami. Kakak perempuannya adalah kakak sekaligus sahabatnya, kakak perempuannya masih sangat muda saat kondisinya memburuk karena kanker usus. Dia yang segera mengabarkan padaku bahwa kakaknya sakit dengan penyakit yang sama dan sangat terpukul karenanya.

Tentang bagaimana kakaknya kehilangan semangat dan harapan, tentang bagaimana dia menelponku dan ingin aku bicara dengan kakaknya, ingin aku menguatkan karena aku bisa bertahan dengan kanker yang sama. Dan entah apa yang aku lakukan saat itu, hingga aku mengabaikan telfonnya dan berjanji akan menelpon dan tidak aku lakukan. Lalu tidak lama, aku dengar kakak tercinta dari sahabatku meninggal. Ya, begitu cepat kanker menggerogotinya hanya dalam hitungan beberapa bulan saja.

Ya, dia meninggal.... dan saat itu aku tahu, bahwa aku sudah melukai sahabatku dengan tanpa aku sadari. Kematian adalah hak dan wewenang Allah, tapi kenyataan aku mengabaikan keinginannya membuat suara hatiku berbisik bahwa aku sudah bersikap tidak baik pada mereka. Dan benar, sahabatku merasakan kemarahan itu. Dia mengakui kalau dia sempat menyalahkanku karena bersikap acuh saat kakaknya ingin bicara dan berbagi semangat dan harapan. " Seharusnya irma bicara dan memberinya semangat, karena jika teteh tahu ada orang yang menguatkannya dengan penyakit yang membuat dia shock dan bisa bertahan, dia gak akan sedrop itu. Dia gak akan sehancur itu saat vonis diberikan " dan air mataku mengalir.

Bukan, sesungguhnya bukan aku mengacuhkan atau mengabaikan keinginannya. Entahlah apa yang aku pikirkan saat itu, aku tahu aku salah aa, teteh... tolong maafkan kelalaianku. Tidak mungkin aku bersikap sengaja mengabaikan kalian, tidak mungkin. Maafkan kelalaianku, maafkan karena meski aku tidak bisa berbuat apapun saat itu. Seharusnya minimal aku menelponnya, mensuportnya, mengajaknya bicara seperti yang dia minta. Tolong maafkan kelalaianku...Maafkan aku...




4 comments:

  1. Eemmhh... terus ngapa ada yang mbawa2 nama eke, ceu solmet? yah, seperti aku bilang... aku tidak pernah akan bisa mengerti kondisimu, tapi aku coba memahami, sekalipun aku hampir minim memperlihatkannya. Hanya saja, beginilah aku, pemain garis keras, ingatkah akan itu, sollmeet? keras dan siap2 selalu bawa pecut, wkwkwkw.... ngik

    ReplyDelete
  2. makhluk bumi saling membutuhkan dan melengkapi...keren yah :) *dicambuk 7x* :D

    ReplyDelete

Terima kasih kunjungan dan komentarnya, salam.... :)